Setelah kita mengetahui sekilas mengenai komponen-komponen penyusun sebuah harmonika, terutama diatonik, tak ada salahnya juga kita sedikit mengerti tentang susunan nada-nada yang dihasilkannya.
Susunan nada pada harmonika diatonik, sebagian besar didasarkan pada susunan nada yang dikenal dengan nama : "Richter tuning". Kata "Richter" tersebut diambil dari nama Joseph Richter, seorang pembuat instrumen musik dari daerah Bohemia, Cekoslowakia. Sistem nada yang diadopsi oleh Richter ini diterapkan pada alat musik harmonika, sekitar awal abad ke 19. Richter juga yang menemukan mekanisme tiup sedot yang memungkinkan harmonika menghasilkan nada pada saat si pemain meniup dan menyedot udara melalui lubang-lubangnya. O ya, mengapa di awal saya katakan "sebagian besar"? Jawabnya adalah karena ada sistem tuning yang lain selain Richter Tuning, yang diterapkan pada harmonika. Namun kali ini saya hanya akan membahas sekilas mengenai Richter Tuning saja.
Di bawah ini adalah gambar skema mengenai susunan nada pada sebuah harmonika diatonik kunci C, yang menggunakan Richter Tuning :
Dapat kita lihat bahwa dalam susunan nada yang didasarkan pada Richter Tuning tersebut, ada beberapa nada yang "hilang" alias tidak tersedia, misalnya nada "Fa" pada lubang nomor 2, dan "La" pada lubang nomor 3.
Nah, disinilah letak keunikan Richter Tuning. Kekurangan nada yang terjadi ini, pada perkembangannya justru membuat harmonika diatonik memiliki ciri khas yang tak dimiliki alat musik tiup lainnya. Pemain dituntut untuk dapat memperoleh nada-nada yang hilang tadi dengan menggunakan teknik-teknik tertentu, seperti misalnya teknik "Bending". Teknik ini tak akan saya bahas di tulisan ini. Yang terpenting, pemahaman mengenai susunan nada yang bisa diperoleh pada harmonika diatonik, sudah didapat.
Tapi maafkan saya, ini hanya sekedar pemahaman yang saya dapat setelah mempelajari alat musik harmonika ini...Silakan ditanggapi bila perlu...:)
No comments:
Post a Comment