Wednesday, April 24, 2013

Onestopblues.com : Situs berita blues

Saya yakin setiap orang yang jatuh cinta dengan harmonika, khususnya jenis diatonik, pasti tak asing lagi dengan musik Blues. Ya! Harmonika diatonik itu memang dekat sekali dengan musik Blues, maka dari itu tak heran bila instrumen tersebut kerap disebut dengan istilah Blues Harp.

Di Indonesiapun, musik Blues mempunyai tempat tersendiri, dengan jumlah penggemar yang tak bisa dibilang sedikit. Nah, ada salah satu penggemar Blues di Indonesia yang menunjukkan kecintaannya pada musik Blues dengan satu cara yang unik.

Kang Hadi Pramono, itulah namanya. Beliau, yang adalah orang yang sangat dekat dengan musik, membuat sebuah situs, atau blog yang bernama Onestopblues.com. Sesuai dengan judulnya, situs ini memuat berbagai berita yang berkaitan dengan perkembangan musik Blues di Indonesia, lengkap dengan informasi mengenai aktivitas musik tersebut. Kecintaan beliau terhadap musik Blues memang tak diragukan lagi. Berdasarkan penuturan beliau di situsnya, kang Hadi Pramono ini pernah menjadi Ketua Komunitas Blues Bandung dan penasihat di Blues Bandung Society. Mantap, kan? hehehehe...

Bila Anda adalah seorang penggemar musik Blues dan sekaligus harmonika Blues, jangan ragu untuk mengunjungi situs ini. Saya yakin Anda tak akan merasa rugi. Komplit dan Lengkap! Luar Biasa! Kira-kira demikian yang bisa saya katakan untuk menggambarkan betapa situs ini memberi manfaat yang tak sedikit bagi penggemar musik Blues di Indonesia.

Jadi, ayo...jangan diam saja! Klik link ini untuk segera masuk ke situs yang asyik tersebut!

O ya, meskipun secara pribadi saya belum pernah bertemu langsung dengan kang Hadi Pramono ini, saya ingin mengucapkan : Sukses selalu untuk Onestopblues.com !!!!


Salam Sedot Sebul

Saturday, April 20, 2013

Pake Easy Rider? Siapa takut!

Siapa bilang kalau kita hanya punya harmonika murah, lantas tak boleh duet jamming dengan pemain harmonika lain, yang notabene mempunyai harmonika berharga lebih mahal dibanding milik kita?

Yang penting sih, enjoy aja...dan tetap bisa mengikuti pola yang dimainkan. Dalam klip berikut ini saya melakukan duet (bukan duel) dengan salah seorang teman sesama anggota grup Pencinta Harmonika : bro Sunu.

Sebenarnya sih, kami iseng saja saat sama-sama nongkrong makan malam. Lalu karena ada handycam, kami sepakat mencoba jamming. Waktu itu bro Sunu ingin mencoba Hohner Marine Band Classic (kunci D) yang baru dia beli. Nah, karena jamming dilakukan dengan harp kunci D, maka mau tak mau saya menggunakan Suzuki Easy Rider saya...Mengapa? Yah, simpel saja, untuk harmonika kunci D, saya hanya punya  EZR itu saja! :D

Maka itu, karena tak akan imbang bila disebut duel, saya memilih untuk memainkan rhytm saja.Perhatikan betapa suara MB Classic mendominasi, dan EZR hanya terdengar sebagai latar belakang saja..hahaha...Yah, paling tidak, EZR masih bisa mengiringi MB Classic yang sudah terkenal di jagat harmonika blues itu!

Silakan disimak...:)



Suzuki Easy Rider

Satu lagi harmonika diatonik buatan Suzuki yang masuk dalam kategori "entry level" adalah Suzuki Easy Rider (kode : EZR20). Harmonika tipe ini sangat mudah dikenali karena warna cover plate nya yang menyolok, yaitu warna merah. Entah kenapa, di website resmi Suzuki Music, warna cover plate yang nampak pada gambar Suzuki Easy Rider adalah abu-abu (atau perak?). Tetapi selama ini setiap harmonika Suzuki tipe Easy Rider yang saya temui, selalu memiliki cover plate yang berwarna merah.

Dari namanya, sudah dapat ditebak bila harmonika tipe ini ditujukan bagi pemula yang baru ingin belajar cara bermain harmonika diatonik. Tapi jangan salah, berdasarkan pengalaman saya, harmonika tipe ini tak bisa dianggap remeh seperti harmonika mainan biasa, lho...

Desain comb dan reed plate nya berbeda dengan saudaranya, yaitu tipe Folkmaster (1072). Pada Easy Rider, reed plate "tertanam" secara rapi di dalam comb yang terbuat dari plastik, sehingga tepiannya tak "nongol" seperti pada Folkmaster. Konsekuensinya, bibir tak mudah merasa sakit. Tetapi entah mengapa, dari beberapa Easy Rider yang saya miliki, saya menemui beberapa kesamaan : bagian comb yang memiliki lubang (yang bersinggungan langsung dengan bibir pemain) cenderung mempunyai permukaan yang kesat. Hal ini kadang membuat saya kesulitan untuk berpindah dari satu lubang ke lubang yang lain. Tapi, sekali lagi, ini hanya menurut saya lho...


Untuk airtightness, menurut penilaian subyektif saya, boleh dibilang Easy Rider lebih baik daripada Folkmaster. Mungkin karena desain dan susunan comb dan reed plate yang berbeda dibanding dengan Folkmaster, sehingga gejala "ngempos" tak terlalu banyak ditemui pada harmonika ini. Efeknya, teknik Bending dapat lebih nyaman dilakukan, apalagi bila sebelumnya, kita lakukan "reed gapping" pada beberapa reed yang ada. (Untuk teknik "reed gapping" ini akan saya bahas pada tulisan yang lain).

Sayang, volume suara yang dihasilkan, tak sekeras Folkmaster. Mungkin karena bagian belakang cover plate kurang "mangap" jika dibanding dengan Folkmaster. Namun untuk kerapian dan akurasi pemasangan reed yang ada pada reed plate, Easy Rider juga tak kalah dengan Folkmaster. Sekali lagi, ini bukti bahwa pihak Suzuki Music memang sangat konsisten menjaga kualitas setiap produknya, bahkan untuk produk entry level seperti Easy Rider tersebut.

Suzuki Easy Rider dijual lengkap dengan kotak yang terbuat dari karton, berbeda dengan saudaranya, Folkmaster, yang dijual lengkap dengan kotak plastik. Harga Easy Rider di bawah Folkmaster, yaitu sekitar Rp. 65.000,00. Harmonika ini juga tak sulit dicari. Cukup kunjungi gerai MG di toko buku Gramedia, dan biasanya Anda akan dapat menemukannya.

Ya....sekali lagi, bila memang Anda terbentur masalah dana, tetapi "ngebet" untuk belajar harmonika diatonik, tak ada salahnya membeli harmonika Suzuki Easy Rider. Selamat mencoba!

Suzuki Folkmaster

Anda ingin mulai belajar bermain harmonika diatonik, dan sedang mencari harmonika untuk pemula, tetapi terbentur masalah dana? Katakanlah, Anda hanya mempunyai dana maksimal sejumlah Rp. 100.00,00…
Nah, mungkin ada satu jenis harmonika yang layak Anda coba. Namanya adalah : Suzuki Folkmaster (kode : 1072).  Folkmaster adalah tipe harmonika keluaran Suzuki yang termasuk dalam kelas “entry level”.  Harmonika tipe ini relatif mudah ditemukan.  Kalau di kota Anda ada toko buku Gramedia, biasanya di toko tersebut juga terdapat gerai MG Sport & Music, yang menyediakan alat-alat olah raga dan musik. Biasanya, Suzuki Folkmaster dijual di gerai semacam itu. Harga terakhir yang saya tahu (sekitar awal tahun 2013)    adalah        Rp. 75.000,00. Berikut ini saya ingin berbagi mengenai harmonika tipe ini, berdasarkan pengalaman saya memiliki dan memainkannya selama ini.

Suzuki Folkmaster  dijual lengkap dengan kotak penyimpan yang terbuat dari plastik berwarna coklat. Harmonika ini memiliki bentuk yang mengacu pada harmonika-harmonika diatonik klasik. Comb nya terbuat dari plastik, dan cover plate nya dihiasi dengan ukir-ukiran yang semakin mempertegas kesan klasik tersebut. Reed plate yang dimiliki oleh Folkmaster tidak tertutup penuh oleh cover plate dan comb nya. Tepian bagian depan dibiarkan “nongol” keluar. Bagi Anda yang baru pertama kali memainkan harmonika, mungkin akan merasakan sebuah sensasi aneh saat mulut Anda bersinggungan dengan harmonika tersebut. Sensasi yang saya maksud adalah, rasa dan aroma logam yang sangat kentara di mulut Anda. Yah, menurut pengalaman saya sih, begitu. Mungkin karena tepian reed plate yang terbuat dari kuningan itu cenderung menjorok keluar. .Menurut saya juga, struktur dan desain seperti itu akan mudah membuat bibir Anda terasa kurang nyaman, atau kalau boleh dikatakan secara humor, harmonika ini mudah membuat bibir Anda menjadi “jontor”…hahahahha….

Soal kualitas suara, desain cover plate bagian belakang yang cenderung membuka, lumayan dapat menghasilkan volume suara yang keras. Yah, tergantung cara memainkannya juga sih...! Tetapi dengan teknik yang benar, harmonika ini dapat menghasilkan suara yang keras.

Kembali kepada desain dan struktur reed plate, bagi saya Suzuki Folkmaster mempunyai airtightness yang kurang baik. Kalau Anda bongkar dalamnya, dapat Anda lihat bahwa comb nya sangat mirip dengan bentuk sisir, alias bagian depannya memang terbuka. Ditambah lagi reed plate yang terpasang diatas comb dan tepiannya cenderung keluar, membuat udara masih bisa menerobos. Akibatnya, bila Anda adalah seorang pemula dan sedang mempelajari teknik Bending, menurut saya Suzuki Folkmaster akan  membuat Anda cukup kerepotan. Tetapi itu juga tergantung kemampuan dan keteguhan hati si pemain…hehehehe….Jadi  jangan lantas menyerah!

Pada akhirnya, Suzuki Folkmaster, sebagai harmonika berharga di bawah  Rp. 100.000,00, tak serta merta mengecewakan. Yang pasti, Suzuki sebagai salah satu produsen harmonika terkemuka di dunia,  tak perlu diragukan lagi konsistensinya dalam menjaga kualitas, kerapian dan tingkat akurasi dari setiap produknya. Tak terkecuali  tipe Folkmaster. Kerapian dan akurasi pemasangan setiap reed sangat terjamin. Jadi, tak ada salahnya juga bila Anda berniat mulai belajar harmonika diatonik dengan menggunakan Suzuki Folkmaster tersebut.
Jangan cuma dengarkan apa yang saya katakan! Silakan coba sendiri...xixixix....
Selamat mencoba!

Tuesday, April 16, 2013

Komponen Penyusun Harmonika Kromatik

Pada tulisan saya sebelumnya, pernah diulas mengenai komponen penyusun harmonika jenis diatonik. Kali ini saya ingin mengulas tentang komponen penyusun harmonika jenis kromatik. Kebetulan saya memiliki sebuah harmonika kromatik yang saya beli dari seorang teman di grup Pencinta Harmonika.
Harmonika kromatik milik saya bermerk Hohner, tipe Chrometta10. Angka 10 menunjukkan jumlah lubang yang ada pada harmonika itu. Tak seperti harmonika jenis diatonik, jenis kromatik dapat menghasilkan semua nada, termasuk nada-nada kromatis (*mudahnya adalah seperti ini : nada kromatis adalah nada-nada yang dihasilkan ketika Anda menekan tuts berwarna hitam pada sebuah piano. Sedangkan nada diatonik adalah nada yang dihasilkan saat Anda menekan tuts warna putih). 
Oleh karena itu, strukturnya pun lebih rumit. Namun kali ini saya hanya ingin membahas secara garis besarnya saja. Detail dan karakter Hohner Chrometta 10 akan saya bahas pada tulisan yang lain. Mari kita bedah satu per satu.

>> Cover Plate
Pelat penutup ini memiliki bentuk dasar dan fungsi yang sama dengan yang dimiliki oleh harmonika jenis lainnya.

>> Comb
Seperti yang pernah saya ulas pada tulisan saya sebelumnya, harmonika kromatik juga memiliki comb yang tak jauh berbeda dengan yang dimiliki oleh harmonika jenis diatonik.

>>  Mouthpiece
Bagian ini adalah bagian harmonika yang bersinggungan langsung dengan mulut sang pemain. Pada beberapa jenis harmonika, komponen ini tak menjadi satu bagian dengan comb, namun pada harmonika milik saya, komponen mouthpiece dibuat menyatu dengan comb. Bentuk dan kontur mouthpiece akan sangat menentukan kenyamanan pemain dalam memainkan nada. Tentu saja! Karena bila  permukaan mouthpiece tak rapi, maka pemain akan merasa kesulitan untuk berpindah dari satu lubang ke lubang yang lain.



>> Reed Plates dan Reed
Bagian yang paling penting dari sebuah harmonika adalah reed plate dan reed. Namun berbeda dengan harmonika jenis diatonik, harmonika kromatik memiliki lebih banyak reed, karena dituntut untuk dapat menghasilkan nada diatonik dan kromatik sekaligus. Pada harmonika kromatik milik saya, setiap lembar reed plate, memiliki 20 reed, sehingga total reed yang ada pada harmonika ini berjumlah 40 reed (20 reed pada reed plate atas, dan 20 reed pada reed plate bawah). Jumlah ini tergantung pada tipe harmonika kromatik. Bila sebuah harmonika kromatik memiliki 12 lubang atau 14 lubang, tentunya reed yang dimiliki lebih banyak pula.



>> Wind saver
Bila Anda melihat pada gambar, di setiap reed plate terdapat lembaran-lembaran putih atau coklat yang seukuran dengan reed. Bagian itulah yang disebut sebagai wind saver. Bagian ini berfungsi sebagai katup yang mengurangi kebocoran udara, karena sebagaimana kita lihat, dengan jumlah reed yang lebih banyak, maka jumlah rongga (reed slot) yang terdapat pada reed plate tentunya juga lebih banyak. Itu berarti kemungkinan terjadinya kebocoran udara sangat besar. Nah, karena pada harmonika kromatik, 1 lubang dapat berisi 4 reed (reed nada-nada diatonis dan kromatis), maka dengan adanya wind saver tersebut maka 2 reed yang berhimpitan tidak berbunyi semuanya secara bersamaan (hanya salah satu yang berbunyi). Bila tak ada wind saver, udara dapat menerobos melalui celah-celah reed slot, yang akibatnya dapat menggetarkan reed yang tidak kita kehendaki untuk bergetar.


>> Slider
Komponen ini berupa batang yang dipasang sejajar dengan mouthpiece, dan juga memiliki lubang-lubang yang diatur sesuai  lubang-lubang pada mouthpiece harmonika. Batang ini bertugas untuk mengarahkan aliran udara menuju ke reed tertentu yang ada dalam sebuah harmonika kromatik.Cara kerjanya cukup ditekan saja. Dalam posisi normal atau tanpa ditekan, slider akan mengarahkan aliran udara menuju ke reed-reed yang menghasilkan nada-nada diatonik. Bila ditekan, maka udara akan dialirkan melalui reed-reed yang menghasilkan nada-nada kromatis. 






Kerja slider dibantu oleh sebuah pegas yang akan mengembalikannya ke posisi semula bila tak ditekan. Pegas tersebut terpasang di dalam comb, seperti yang bisa Anda lihat pada gambar.

Secara garis besar, demikianlah penjelasan tentang komponen penyusun sebuah harmonika kromatik. Semoga bermanfaat bagi Anda yang penasaran dengan harmonika kromatik.
Salam sedot sebul!




Sunday, April 14, 2013

Wafer Sedot Sebul


Entah kenapa saya suka sekali menyebut  harmonika-harmonika saya dengan panggilan “Wafer”.
Mungkin karena bentuknya yang mirip dengan salah satu  jenis makanan ringan itu. Bentuknya yang persegi panjang dan memiliki pola kotak-kotak sebagai akibat adanya lubang-lubang pada comb-nya membuat saya merasa nyaman dengan sebutan itu. Apalagi harmonika jenis tremolo, yang menurut saya lebih menyerupai bentuk wafer, dibanding dengan jenis diatonik.

Tapi bagi saya yang lebih menarik adalah, untuk menikmati wafer dan harmonika, mau tak mau bibir kita sama-sama melakukan “kontak fisik” dengan ke dua benda tersebut  Hanya bedanya, yang satu bisa dikunyah dan ditelan langsung, sedangkan yang lainnya hanya tertahan di luar sambil disedot dan disebul…hahahahah…!
Ah,  bagaimanapun juga, ini opini saya sendiri. Bagi saya, panggilan sayang tersebut membuat saya makin cinta dengan instrumen musik yang satu ini. Menurut Anda aneh…? Hehehe…tak mengapa…bebas-bebas saja, kok..!

Jadi, kalau Anda sendiri juga punya panggilan sayang terhadap harmonika Anda, jangan ragu untuk berbagi cerita Anda di sini…

Sementara, saya…uhm…saya cium-cium wafer diatonik saya dulu ya? Xixixxixi……:)


Sunday, April 7, 2013

Tak usah buru-buru...

Hey...

Saya yakin semua orang yang sedang belajar harmonika, terutama jenis diatonik, pasti ingin segera bisa memainkan harmonika dengan teknik bending, pada posisi 2, atau 3, dan sebagainya, demi mengejar nuansa musik "Blues" yang memang dapat dihasilkan secara unik oleh alat musik ini.
Tapi kebanyakan pemula justru seringkali merasa frustrasi ketika harus belajar teknik bending tersebut, atau ketika mereka harus memahami pola nada yang digunakan pada posisi 2.

Nah, menurut saya, bagi Anda yang sedang belajar tentang alat musik ini, tak usahlah terburu-buru untuk melesat ke tahap berikutnya, yaitu tahap penggunaan teknik bending, dan sebagainya. Nikmati saja dulu proses belajar tahap dasarnya. Sekali lagi, kuasailah dahulu cara mendapatkan nada tunggal (single note) secara bersih, rapi dan dengan kondisi rileks (jangan tegang). Gunakanlah dahulu posisi 1, yaitu posisi memainkan lagu dengan nada dasar lagu adalah sama dengan kunci yang tercetak pada harmonika.
Lancarkanlah dahulu teknik bernafas Anda. Gunakan diafragma dan maksimalkan ruang dalam rongga mulut Anda, supaya suara yang dihasilkan menjadi lebih sempurna.

O ya, ada sebuah video tutorial yang dibuat oleh seorang pemain harmonika handal (atau kalau boleh saya bilang : Maestro Harmonika Diatonik se-dunia) yang bernama Howard Levy. Beliau memberi contoh penggunaan 1 lagu yang dapat dimainkan secara mudah oleh pemula, tanpa harus pusing dengan teknik bending dan sebagainya. Pemula dapat berlatih memainkan lagu ini untuk membiasakan diri bermain secara bersih, rapi dan rileks. Intinya, tak perlu tergesa-gesa untuk "naik kelas". Nikmati dulu saja prosesnya, hehehe....

Nah, maka dari itu silakan simak video berikut ini...


Uhm...sebelumnya saya perlu memberitahu, untuk teknik bending, dan posisi bermain dalam harmonika, akan saya bagikan pada tulisan-tulisan saya berikutnya. Jadi jangan dulu terburu-buru, sobat! :)



Friday, April 5, 2013

Wafer Tremolo

Suatu saat ada seorang teman muda yangmengatakan kepada saya bahwa dia pernah memiliki sebuah hamonika buatan Cina, tapi sudah lama sekali tak pernah dia mainkan. Dia mengatakan bahwa dia berniat untuk membawa dan menunjukkannya kepada saya. Wah, tawaran seperti ini tentu  tak bisa ditolak begitu saja! Saya segera mengiyakan tawaran itu, dan ternyata dia juga sekaligus meminta tolong kepada saya untuk memeriksa dan membersihkan harmonikanya tersebut.  Saya tak keberatan dengan permintaannya itu.

Seminggu kemudian, dia menepati janjinya untuk memperlihatkan harmonikanya kepada saya. Saya sungguh senang ketika melihatnya, karena harmonika yang dia miliki adalah sebuah harmonika Tremolo warna hitam, buatan China, merk Hero. Ini mengingatkan kepada saya akan harmonika yang pernah saya punyai semasa kecil dulu. Segera harmonika itu saya bawa pulang dan saya bongkar sedikit untuk sekedar melihat bagian dalamnya.

Ternyata memang betul kata teman saya. Harmonika itu sudah berumur  dan kelihatan lama tak pernah dipakai. Bagian dalamnya penuh dengan debu. O ya, komponen comb harmonika tersebut terbuat dari kayu. Ketika hendak melepas reed plate-nya, saya baru sadar bila reed plate itu tidak dipasang dengan menggunakan baut, tetapi dengan paku. Akhirnya saya mengurungkan niat, dan hanya mencoba membersihkan setiap lubang dengan kondisi reed plate masih terpasang pada comb.

Setelah selesai saya bersihkan, saya mencoba untuk memainkannya. Beberapa reed nampaknya sudah mulai fals, maklum sudah berumur dan lama tak dimainkan. Namun suara khas harmonika tremolo masih tetap terjaga. Reed yang mulai fals saya diamkan saja, karena saya belum mempunyai pengalaman melakukan Reed Tuning harmonika. Yah, paling tidak saya bisa berjumpa lagi dengan “wafer” tremolo seperti yang pernah saya miliki dulu. Mungkin bila dulu saya tak memiliki harmonika tremolo seperti itu, saya tak akan pernah merasa jatuh cinta dengan harmonika. Jadi, yah, saya tetap menaruh hormat pada harmonika seperti itu…hehehheeh….


Thursday, April 4, 2013

Pencinta Harmonika

Belajar harmonika itu sebenarnya bisa dilakukan sendiri. Cukup menjelajah di Internet dan dengan mudahnya  Anda akan menemukan berbagai macam informasi mengenai harmonika. Bentuknya pun ada yang berupa artikel, dan rekaman audio atau video. Apabila Anda beruntung, mungkin Anda bisa berkorespondensi langsung dengan pembuat artikel atau rekaman tersebut.

Tetapi berdasarkan pengalaman saya, hal itu saja tidak cukup. Proses belajar secara otodidak, dengan hanya mengandalkan materi-materi yang ada di Internet, saya rasakan masih kurang. Sampai pada suatu hari saya secara tidak sengaja menemukan link ke sebuah grup di Facebook, yang bernama "Pencinta Harmonika". Di grup inilah, proses belajar yang saya lakukan dapat berlangsung dengan lebih cepat. 

Mengapa?
Karena ternyata di grup inilah saya mendapatkan tak hanya materi belajar tentang harmonika, tetapi juga interaksi dengan sesama pemain atau pencinta harmonika. Ya, ada pemain harmonika, yang memang menjadikan alat musik ini sebagai media untuk mencari nafkah. Ada pula yang sangat gandrung dengan harmonika, sehingga disebut pencinta harmonika. Nah, dengan adanya interaksi inilah, proses belajar menjadi lebih menyenangkan. Saya katakan demikian karena interaksi yang terjadi tak hanya secara online, tetapi juga secara tatap muka. Yup! Satu hal yang saya suka adalah saat saya bisa bertemu langsung dengan orang-orang yang lebih dulu mengenal harmonika. Apalagi kalau sampai bisa bertemu dengan orang yang punya pengalaman sekian tahun memainkan harmonika secara profesional. Pertukaran informasi terjadi secara lancar dan gamblang, karena kita bisa melihat secara langsung permainan seorang pemain harmonika , lalu bertanya dan mendengarkan penjelasan yang diberikan oleh orang tersebut.

Sebenarnya sejauh yang saya tahu, ada beberapa komunitas online yang berbasis kesamaan hobi pada harmonika. Selain di Facebook, ada pula akun Twitter yang khusus membicarakan topik tentang harmonika, dengan ID : @harmonicalovers. Di Facebook juga ada grup yang lebih banyak membicarakan mengenai Harmonika Kromatik. Di Kaskus juga ada thread yang khusus membicarakan tentang harmonika.

Khusus untuk grup Pencinta Harmonika yang ada di Facebook, saya sungguh terkesan, karena para anggotanya ramah, tidak pelit ilmu dan sangat komunikatif. Bahkan yang sudah berpengalaman pun masih mau meladeni pertanyaan-pertanyaan melalui email. Kesan itu semakin kuat setelah beberapa kali saya bertemu langsung dengan beberapa teman di grup tersebut. Dan memang benar, mereka dengan senang hati berbagi informasi dan pengalaman tentang harmonika kepada pemula seperti saya ini, misalnya.

Nah, menurut saya, bila Anda berminat untuk mempelajari cara bermain harmonika, jangan lupa juga untuk bergabung di grup-grup tersebut. Manfaat yang akan Anda dapat sungguh besar. Percayalah!

Jadi, tunggu apa lagi? :)

Tuesday, April 2, 2013

Richter Tuning

Setelah kita mengetahui sekilas mengenai komponen-komponen penyusun sebuah harmonika, terutama diatonik, tak ada salahnya juga kita sedikit mengerti tentang susunan nada-nada yang dihasilkannya.

Susunan nada pada harmonika diatonik, sebagian besar didasarkan pada susunan nada yang dikenal dengan nama : "Richter tuning". Kata "Richter" tersebut diambil dari nama  Joseph Richter, seorang pembuat instrumen musik dari daerah Bohemia, Cekoslowakia. Sistem nada yang diadopsi oleh Richter ini diterapkan pada alat musik harmonika, sekitar awal abad ke 19. Richter juga yang menemukan mekanisme tiup sedot yang memungkinkan harmonika menghasilkan nada pada saat si pemain meniup dan menyedot udara melalui lubang-lubangnya. O ya, mengapa di awal saya katakan "sebagian besar"? Jawabnya adalah karena ada sistem tuning yang lain selain Richter Tuning, yang diterapkan pada harmonika. Namun kali ini saya hanya akan membahas sekilas mengenai Richter Tuning saja.

Di bawah ini adalah gambar skema mengenai susunan nada pada sebuah harmonika diatonik kunci C, yang menggunakan Richter Tuning :











Dapat kita lihat bahwa dalam susunan nada yang didasarkan pada Richter Tuning tersebut, ada beberapa nada yang "hilang" alias tidak tersedia, misalnya nada "Fa" pada lubang nomor 2, dan "La" pada lubang nomor 3.

Nah, disinilah letak keunikan Richter Tuning. Kekurangan nada yang terjadi ini, pada perkembangannya justru membuat harmonika diatonik memiliki ciri khas yang tak dimiliki alat musik tiup lainnya. Pemain dituntut untuk dapat memperoleh nada-nada yang hilang tadi dengan menggunakan teknik-teknik tertentu, seperti misalnya teknik "Bending". Teknik ini tak akan saya bahas di tulisan ini. Yang terpenting, pemahaman mengenai susunan nada yang bisa diperoleh pada harmonika diatonik, sudah didapat.

Tapi maafkan saya, ini hanya sekedar pemahaman yang saya dapat setelah mempelajari alat musik harmonika ini...Silakan ditanggapi bila perlu...:)